Bahayanya Traveling ke India, Tas Hilang, Ditipu Supir Tuktuk (Part 2)


Sampai stasiun ketemu bapak-bapak yang katanya PNS lagi nunggu kereta bareng. Awalnya pembicaraan dimulai ketika air minum saya yang 1liter jatuh menggelinding lalu dia mengambilkan itu. Mulailah perkenalan itu. Dia bukan asli Agra, cuma ke Agra karena ada dinas kantor. Ntah bagaimana mulainya sampai dia memberikan tethering wifi. Dia juga sempat mengirimkan email ke saya say hello. Dia juga tulis di kertas itinerary coret-coret saya beberapa tempat wisata di Udaipur. Waktu itu saya ada beberapa permen dari Indonesia, saya kasih aja ke dia, untuk anaknya. Bahkan saking baiknya PNS ini sampai antar kami ke nomor bed yang kami pesan dan memastikan kami benar-benar duduk. Memang teladan PNS di India ini.

Jadi kereta yang akan kami naikki sampai Udaipur adalah sleeper train dengan 6 bed dalam 1 bilik. 3 bed dalam 1 raw nya. Saya pikir susunan bed nya akan seperti sleeper train Singapore Bangkok yang dulu pernah saya naikki juga ke Penang. Jadilah saya pesan bed yang atas dan bawah. Malam pertama di sleeper train Delima minta untuk tidur di bed paling atas, tingkat ketiga. Ok never mind saya di paling bawah karena saya sudah pernah merasakan upper bed di Penang.



Kereta mulai jalan, sebrang saya adalah bapak-bapak berusia sekitar 55tahun. Saya hanya tersenyum ketika beberapa kali bertatap mata dengan beliau karena saya pikir dia tidak bisa bahasa Inggirs kalau saya ajak bicara. Kemudian beliau mengeluarkan buku tebal sekali seperti kamus Inggris Indonesia dan membaca di meja kecil dekat jendela. Posisi mejanya sama seperti kereta di Indonesia. Saya bersih-bersih make up dulu. Walaupun traveler tapi tetap beauty enthusiast make up dempulan di India. Delima sudah naik ke bed tingkat 3 dan minum antimo 2 supaya tidur lelap (mati suri) karena memang perjalanan kita akan panjang. Baru tiba di Udaipur esok paginya. Setelah itu saya ikut membuka buku dan membaca bersama bapak tadi di meja kecil. Beberapa menit kemudian beliau bertanya saya dari mana. Ternyata beliau bisa berbahasa Inggris.

Obrolan renyah dan mengharukan terjadi beberapa saat sebelum kami terlelap. Ternyata beliau adalah seorang pendeta atau kyai kalau di gereja mungkin. Buku tebal yang dia baca itu al kitab dalam bahasa Hindi. Then I felt safe all night looooooong karena tidur di sebrang pendeta. Saya yakin beliau beragama jadi tidak mungkin mencuri atau melakukan hal aneh-aneh. Dia banyak cerita tentang keluarganya sambil menunjukkan foto-fotonya di hp. Beliau juga menunjukkan fotonya ketika di gereja sekolah minggu atau Sunday service kurang paham juga Barbie. Beliau memang asli Agra namun sempat tinggal di Delhi. Beliau kembali ke Agra karena ibunya sendiri sudah tua dan adik-adiknya tidak bisa menemani ibunya. Daaaan ternyata dia sekolah sampai s2. Pantes aja bisa bahasa inggris.

Saya sempat minta izin untuk solat sebentar di bed. Beliau hanya tersenyum sambil mempersilakan saya solat. Sleeper di India juga sama seperti kereta Indonesia, ada colokan tapi jangan sekali-sekali coba nyolokin hp lalu ditinggal tidur, bisa-bisa ketika membuka mata hp Anda tidak ada seperti sulap.

Suhu India malam hari saat itu mencapai 9 jadi tidak usah heran melihat orang naik kereta membawa becover. Beneran bedcover buat tidur di kasur sedangkan saya hanya memakai jaket biasa dan kaos kaki. Untung bawa jaket tadinya saya tidak akan bawa jaket cuma mikir ah pesawatnya kan transit jadi bawa jaket aja. Seumur-umur itu kedinginan yang paling sampe merasa takut mati. Semakin dingin karena jendelanya tidak bisa ditutup rapat jadi ada angin dari luar yang masuk melalui celah itu. Setiap kebangun selalu kesel sama diri sendiri karena dinginnya nusuk. Harus cepet tidur lagi biar gak terlalu terasa dinginnya.

Sampe di Udaipur jam 7 atau 8 pagi, lupa pokoknya udah terang. Di depan stasiun banyak tuktuk jadi kita tinggal pilih terus sewa deh untuk keliling seharian. Oiya sebetulnya segitiga emas di India itu Agra Jaipur dan Delhi. Cuma karena Delima pengen naik sleeper train dan waktu kami pendek jadi ke Udaipur aja. Raisa juga ke Udaipur kok. Tapi semua kenangan di Udaipur cuma ada di otak. Foto-fotonya hanya ada dalam angan-angan.

Tujuan pertama adalah ke Lake Pichola. Tapi ternyata kami datang masih terlalu pagi jadi lake nya belum buka. Jadi kami hanya melihat-lihat keadaan sekitar tidak naik perahu. Di ujung lake piccola ada resort yang sangat indah. Setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Maharana Pratap Memorial. Ini tempat agak di atas bukit dan lagi-lagi tidak ada foto satupun di tempat ini karena masih di hp yg hilang dan belum di back up. Ketika sedang berfoto kami bertemu dengan rombongan turis India yang berbahasa Inggris lalu saya menebak ini dari Mumbai pasti. Ketika tour guide nya membantu kami mengambil gambar, saya sempat bertanya dari mana dan benar dari Mumbai. Jadi kayanya India kaya-kaya yang cantik cakep di Bollywood itu biasanya dari Mumbai. Mereka banyak yang berbahasa Inggris.




Setelah dari sana kami ke danau Fateh Sagar dan berkeliling danau dengan perahu. Lagi-lagi kami agak kesulitan bertanya tentang informasi berkeliling dengan perahu. Untung ada turis India yang bisa berbahasa inggris dan membantu menjelaskan kepada kami. Papan informasi bahkan keterangan harga pun menggunakan bahasa Hindi tanpa bahasa inggris.

Menurut saya, Maggie mie instan di India rasanya enak. Jadi setelah berkeliling danau kami makan Maggie cheese dan secangkir the khas india yang disajikan dalam cangkir dari tanah liat. Di depan saya ada anak muda india yang cukup keren lalu mereka bertanya kami dari mana dan mereka bilang kalau pernah ke Bali. Woooooooow

Perjalanan dilanjutkan ke City Palace. Sebelumnya sempet mampir ke pasar gitu beli kain untuk tidur di sleeper train nanti malam. Takut mati saking dinginnya jadi harus belajar dari malam sebelumnya. Jadi lah kami beli semacam kain Bali tapi agak tebal. Lalu ke money changer tukar uang. Karena petugas money changernya ramah dan banyak tanya tentang Indonesia jadi saya kasih beberapa uang rupiah yang ada di dompet untuk kenang-kenangan. Saya mengancam jangan dijual lalu mereka bilang akan disimpan.

Di City Palace kami bertemu seorang perempuan New Zealand yang jalan-jalan di India sendiri, namanya Kattie. Hebat sih. Dia memang traveler abis. Orang new Zealand tapi kerja di China sebagai guru bahasa inggris. Ini bukan traveling pertama dia sendiri. Sebelumnya dia juga pernah ke Semarang Jogja. Fearless. Dia mengajak saya ngobrol pertama kali di locket tiket sampai akhirnya kami memutuskan keliling City Palace bersama. Lumayan jadi lebih rame dan ada yang bantuin foto walaupun fotonya tidak tersisa (tetep ini dibahas terus, masih sedih).


City palace sangat indah. Bangunan-bangunan putih megah dan mewah. Raisa kesini juga. Bahkan saya punya foto (di hp yg ilang) dengan angle yang persis dengan Raisa tanpa saya melihat foto Raisa terlebih dulu. Beda modelnya aja kali ya. Oiya sebelnya di City Palace ketika sudah di dalam lalu mau ke arah keluar dan ada pemeriksaan tiket yang menanyakan mana tiket masuknya. Huf kemana tau dah orang udah keliling-keliling. Jadi lah kami harus membeli tiket lagi untuk keluar. Keluar aja beli lagi ya walaupun tidak semahal tiket terusan awal ketika masuk.

Di City Palace saya sempat mengajak seorang anak India yang sedang study tour bersama teman-temannya foto bersama. Namun kemudian pak gurunya melihat dan menawarkan saya untuk foto bersama mereka sekelas. Jadilah seperti foto kelas dan saya bu gurunya yang ada di tengah. Terima kasih banyak. Beberapa anak perempuan sudah ditindik di hidung sejak kecil. Jadi jangan menjudge orang yang ditindik di hidung karena memang biasa disana supaya terlihat lebih cantik.

Saya terkejut ketika sampai di parkiran tuktuk ternyata tuktuk yang kita sewa seharian tidak ada. Padahal tas baju ditinggal di tuktuk. Saya pun tidak punya nomor driver nya. Usut punya usut ternyata ada persekongkolan dengan beberapa driver disana. Salah seorang driver telfon driver saya dan ternyata driver saya lagi mangkal di tempat lain. Dia tidak mau datang ke tempat kami menunggu. Jadi solusinya adalah kami harus naik tuktuk temannya dan bayar sekian rupee untuk ke tempat driver saya mangkal. Huff. Yaudah daripada tas baju dibawa ya gapapa bayar lagi.

Perjalanan tetap berlanjut meskipun sudah ditipu. Kami menuju ke Saheliyon Ki Bari (Garden of the maids of Honor) untuk berfoto menggunakan baju khas India. Konon katanya ini adalah taman untuk bermain para bangsawan jaman dahulu. Harga penyewaan bajunya adalah 1000 rupee (230rb) ditambah tiket masuk ke tempat ini, lupa. Kalau sewa baju itu tidak boleh foto pake camera atau hp sendiri harus foto dengan fotografer yang mereka sediakan dan harga per foto yang mau kita ambil cukup mahal. 100 atau 150 rupee ya, lupa maap. Tapi saya curi-curi foto pake hp bahkan bisa foto berdua sama ibu-ibu sana yang lagi pake baju itu juga.

Sebelum ke stasiun kami mampir ke pasar tradisional untuk membeli beberapa snack untuk oleh-oleh. Daripada pusing bawa oleh-oleh jadi bawa aja Maggie atau ciki dari sana. Kalau saya traveling biasanya hanya beli kaos untuk adik dan bapak. Sisanya optional. Yang wajib hanya kaos 2 biji. Kalau Delima teman dan keluarga yang dibelikan lebih banyak.

Hari semakin sore dan kami harus menuju stasiun untuk perjalanan malam ke Delhi. Di stasiun saya coba berkeliling sendiri sampai jalan besar untuk beli makanan tapi tidak ada. Di India agak susah menemukan minimarket seperti seven eleven. Tidak di setiap sudut jalan ada minimarket. Saya menemukan kantor pos di sebelah stasiun jadi saya kirim beberapa kartu pos lagi setelah sebelumnya sudah kirim waktu di Agra. Setelah itu kami akhirnya memutuskan makan di kantin stasiun dan mencoba makanan india. Kami melihat tetangga sebelah makan makanan India dan sangat lezat sepertinya enak. Memang ya rumput tentangga selalu lebih hijau. Tapi setelah kami coba pesan 1 porsi untuk berdua, saya hanya mampu satu suap. Sayang juga kalau makanan itu dibuang akhirnya saya minta bungkus dan kasih ke pengemis depan stasiun. Ujung-ujungnya saya pesan sandwich telor dan makan snack-snack semacam chiki dan es krim.

Perjalanan malam kedua di sleeper train dimulai. Malam ini Delima minta untuk tidur di bed paling bawah. Jadilah saya di lantai tiga. Untuk pesan bed di sleeper train ini bisa pilih bed atas atau bawah. Saya selalu pesan atas bawah tidak yang bersebelahan tapi saya tidak menyangka kalau ada 3 tingkat. Saya pikir hanya 2 seperti sleeper train Singapore – Bangkok. Saya naik ke atas dengan membawa tas baju yang ditinggal di kolong Cuma belanjaan cemilan dari pasar. Malam tidak terasa sedingin biasanya karena saya sudah beli kain untuk selimutan. Saya bersih-bersih make up dan solat lalu tidur. Bapak-bapak di bed sebrang ngorok cukup keras tapi saya tetap tidur nyenyak.

Kepanikan dimulai sekitar pukul 2 karena Delima teriak-teriak tas isi barang berharga dia hilang. Kalau kata dia rasanya seperti disamber petir walaupun dia belum pernah disamber juga. Tas berisi uang rupiah, rupee, hp, ipod, passport dll. Saya terbangun masih setengah sadar hanya bilang cari lagi di kolong. Ternyata benar tidak ada. Di kolong hanya tersisa kardus dagangan kelontong kita dari pasar tradisional. Bingung juga mau gimana tapi kejadian itu cukup menghebohkan bed-bed di sebelah kami. Ternyata bapak-bapak ngorok di sebrang saya juga kehilangan tasnya di kolong. Menurut dia tas itu berisi dokumen penting. Delima keliling gerbong sama bapak itu sampai ke gerbong depan mencari petugas kereta tapi tidak ada. Agak susah juga mencari malingnya karena gelap dan mungkin malingnya udah turun. 

Satu tas Delima dibawa kabur bahkan foto Delima di Taj Mahal yang diletakkan di bagian cukup atas dibawa juga. Kenapa tidak ditinggal untuk kenang-kenangan Delima pernah ke Taj Mahal? Tapi ada 1 hal yang ditinggalkan yaitu pasta gigi. Jujur saya sangat syok ketika tau yang tersisa hanya pasta gigi karena selama di India saya tidak bawa pasta gigi. Saya selalu minta pasta gigi Delima. Allah maha baik menyisakan pasta gigi agar saya tidak kerepotan. Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Saya ikut bantu cari ke depan lalu tiba-tiba merasa ada yang keluar. Saya tau memang itu sudah tanggalnya saya datang bulan karena sudah saya hitung. Saya cek ke toilet dan ternyaa sangat menjijikkan. Setelah melihat keadaan toilet seperti itu saya memutuskan untuk melakukan semuanya di bed. Agak menjijikkan ya? Tapi tidak ada pilihan lain. Karena saya anaknya well prepared dan biasa menghitung siklus bulanan jadi saya sudah bawa pembalut dari Indonesia dan mengambil 2 biji dari pesawat. Saya tidak bisa membayangkan kalau saya tidak bawa. Kereta di India itu tidak banyak petugasnya dan tidak ada gerbong restorasi yang berjualan seperti warung. Kalaupun ditahan sampai turun stasiun saya juga gatau di sebelah mana ada minimarket. Jadi pelajaran yang bisa kalian ambil, biasakan menghitung siklus supaya bisa dipersiapkan. Kalau malas hitung manual dan tidak mau mempelajari caranya, download aja aplikasinya, banyak kok.

Lanjut cerita kerepotan di kereta. Delima masih keliling kereta sama bapak-bapak tadi dan saya minta izin untuk menyelesaikan urusan wanita ini dulu. Saya naik ke bed saya di lantai 3 kemudian berganti celana dan memakai pembalut. Proud of my skill kadang kalau bisa begini hahahaha. Prosesnya lancar karena gelap dan orang-orang masih pada tidur dan saya dibantu dengan kain yang dibeli sorenya. All is done.

Datanglah seorang petugas kereta kemudian orang di sebrang bed bisa berbahasa inggris dan membantu menyampaikan ke petugas tentang kehilangan. Petugas hanya mencatat, tidak tau juga harus berbuat apa. Si yang bisa bahasa inggris itu bahkan membantu Delima memasukkan kata-kata greeting kalau si maling membuka hp Delima karena orang itu menggunakan iphone juga. Dia juga bantu cari tau alamat kedutaan Indonesia di Delhi.


Cerita di kedutaan dan imigrasi akan ada di part 3. Ada juga cerita di bawa orang India ke gang senggol gelap serem.
 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Hari Hongkong Macau - all in 10jt

Main di Pandora Bandung

3 days trip to Bangkok and Hua Hin